KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten sektor media masih memiliki prospek bisnis cerah dalam beberapa waktu mendatang.
Hal ini didukung oleh gencarnya strategi diversifikasi segmen bisnis hingga kondisi makroekonomi yang menguntungkan pemain media.
Analis Mandiri Sekuritas Kresna Hutabarat mengatakan, pelan tapi pasti, emiten-emiten media mulai memetik hasil dari pengembangan bisnis berbasis digital.
Ambil contoh, PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN) berhasil mencetak pertumbuhan pendapatan sebesar 15,50% (yoy) menjadi Rp 4,25 triliun di semester I-2019.
Pertumbuhan tersebut antara lain ditopang pendapatan di sektor digital.
Meski kontribusinya masih tergolong rendah, pendapatan MNCN dari segmen iklan digital melesat 318,98% (yoy) jadi Rp 326,21 miliar di semester satu.
MNCN kini makin getol mengembangkan bisnis digital.
Terbaru, MNCN menjalin kerja sama dengan iQiyi, platform streaming video asal China, yang merupakan anak usaha Baidu.
PT Surya Citra Media Tbk (SCMA) juga masih mampu mempertahankan pertumbuhan positif kinerjanya.
Pendapatan Surya Citra Media di paruh pertama lalu naik 6,97% (yoy) menjadi Rp 2,76 triliun.
Sayangnya, laba bersih SCMA tergerus 7,34% menjadi Rp 782,48 miliar.
Kendati demikian, pendapatan SCMA dinilai masih bisa melonjak usai perusahaan menggenjot bisnis digital.
Terlebih perusahaan ini sudah mengakuisisi saham platform digital, seperti Vidio.com hingga Kapanlagi.com.
Kresna melihat, upaya diversifikasi bisnis digital perlu dilakukan oleh emiten media.
Salah satunya karena konten multiplatform tengah menjadi tren media secara global.
"Dalam jangka pendek, pengembangan segmen digital juga dapat membantu menjaga profitabilitas emiten sektor media di periode 2019 sampai 2021," tulis dia dalam riset.
Kresna menilai strategi MNCN dan SCMA melakukan kerjasama atau akuisisi media digital dapat mempercepat ekspansi bisnis digital emiten yang bersangkutan.KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten sektor media masih memiliki prospek bisnis cerah dalam beberapa waktu mendatang.
Hal ini didukung oleh gencarnya strategi diversifikasi segmen bisnis hingga kondisi makroekonomi yang menguntungkan pemain media.
Analis Mandiri Sekuritas Kresna Hutabarat mengatakan, pelan tapi pasti, emiten-emiten media mulai memetik hasil dari pengembangan bisnis berbasis digital.
Ambil contoh, PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN) berhasil mencetak pertumbuhan pendapatan sebesar 15,50% (yoy) menjadi Rp 4,25 triliun di semester I-2019.
Pertumbuhan tersebut antara lain ditopang pendapatan di sektor digital.
Meski kontribusinya masih tergolong rendah, pendapatan MNCN dari segmen iklan digital melesat 318,98% (yoy) jadi Rp 326,21 miliar di semester satu.
MNCN kini makin getol mengembangkan bisnis digital.
Terbaru, MNCN menjalin kerja sama dengan iQiyi, platform streaming video asal China, yang merupakan anak usaha Baidu.
PT Surya Citra Media Tbk (SCMA) juga masih mampu mempertahankan pertumbuhan positif kinerjanya.
Pendapatan Surya Citra Media di paruh pertama lalu naik 6,97% (yoy) menjadi Rp 2,76 triliun.
Sayangnya, laba bersih SCMA tergerus 7,34% menjadi Rp 782,48 miliar.
Kendati demikian, pendapatan SCMA dinilai masih bisa melonjak usai perusahaan menggenjot bisnis digital.
Terlebih perusahaan ini sudah mengakuisisi saham platform digital, seperti Vidio.com hingga Kapanlagi.com.
Kresna melihat, upaya diversifikasi bisnis digital perlu dilakukan oleh emiten media.
Salah satunya karena konten multiplatform tengah menjadi tren media secara global.
"Dalam jangka pendek, pengembangan segmen digital juga dapat membantu menjaga profitabilitas emiten sektor media di periode 2019 sampai 2021," tulis dia dalam riset.
Kresna menilai strategi MNCN dan SCMA melakukan kerjasama atau akuisisi media digital dapat mempercepat ekspansi bisnis digital emiten yang bersangkutan.
Selain itu, aksi korporasi tersebut juga dapat mengurangi beban belanja modal atau capital expenditure (capex) di masa mendatang.
Prospek SCMA dan MNCN
Kepala Riset Narada Aset Manajemen Kiswoyo Adi Joe menambahkan, ekspansi digital mau tidak mau mesti dipercepat oleh emiten sektor media.
Ini mengingat pola hidup sebagian masyarakat dalam menikmati dunia hiburan juga mulai berubah.
Sebagai contoh, saat ini permintaan terhadap konten berbasis video on demand sedang naik.
Sistem video on demand memungkinkan masyarakat memilih dan mengontrol program yang ingin ditonton.
"Potensi pasar untuk bisnis digital yang bisa digarap emiten media seharusnya masih sangat besar di Indonesia," ujar Kiswoyo.
Terlepas dari itu, Analis Jasa Capital Utama Sekuritas Chris Apriliony menilai, bisnis iklan free to air (FTA) yang tayang secara gratis tetap punya peranan penting.
Mengingat, kontribusinya cukup besar terhadap pendapatan emiten sektor media.
Apalagi, pendapatan iklan terbukti dapat membiayai beban operasional perusahaan.
Tak hanya itu, siaran televisi FTA juga memiliki jangkauan yang luas hingga ke berbagai pelosok Indonesia.
Tak heran, masih banyak perusahaan yang tertarik bekerja sama dengan emiten media dan menayangkan iklannya lewat televisi.
"Iklan seharusnya masih mendapat porsi yang besar di dalam pendapatan emiten media di tahun ini," papar Chris, akhir pekan lalu.
Kresna berpendapat, bisnis iklan emiten media masih berprospek positif tahun ini.
Hal ini didukung kondisi makroekonomi yang stabil, terindikasi dari pergerakan nilai tukar rupiah yang stabil di kisaran Rp 14.000 per dollar Amerika Serikat.
Pelonggaran kebijakan moneter domestik di semester II-2019 juga membuat kondisi makroekonomi Indonesia membaik.
"Dampak kebijakan moneter Indonesia membuat kecenderungan perusahaan berinvestasi dalam iklan dan promosi di berbagai media meningkat," terang Kresna.
Makanya, Kresna masih memberi label overweight untuk saham sektor media.
Dia juga masih mempertahankan rekomendasi beli untuk MNCN dan SCMA.
Khusus untuk MNCN, ia menaikkan target harga sebanyak 44% menjadi Rp 1.250 per saham.
Sedangkan target harga untuk SCMA tetap di level Rp 1.600 per saham.
Kiswoyo juga masih menjagokan MNCN dan SCMA sebagai emiten media yang berpotensi mencatatkan kinerja paling cemerlang di tahun ini.
Pangsa pasar kedua emiten ini dipandang yang terbesar di Indonesia.
Konten-konten yang dimiliki oleh MNCN dan SCMA juga dapat menjangkau berbagai segmen masyarakat di seluruh Indonesia.
Tak ketinggalan, walau kinerja harga saham beberapa emiten media cenderung kurang memuaskan, Chris juga masih menyarankan beli untuk saham emiten media.
Ia menilai MNCN, SCMA, hingga PT Visi Media Asia Tbk (VIVA) masih menarik.
Komentar
Posting Komentar