Prospek bisnis emiten produsen semen masih tertekan pada tahun ini.
Berdasarkan data Asosiasi Semen Indonesia (ASI), sampai dengan semester I-2019, industri semen di Indonesia mencatatkan penurunan permintaan sebesar 670.000 ton.
Sedangkan rata-rata permintaan semen menjadi 4,9 juta ton per bulan.
Keadaan tersebut menjadi salah satu alasan bagi PT Solusi Bangun Indonesia Tbk untuk terus memperkuat inovasi.
Solusi Bangun Indonesia menempuh langkah ini lantaran semen bukanlah barang elastis.
Maksudnya, permintaan ada karena pasar membutuhkan, bukan karena perusahaan memberikan promo atau diskon.
"Semen itu kebutuhannya benar-benar datang dari masyarakat atau proyek," ungkap Direktur PT Solusi Bangun Indonesia Tbk, Agung Wiharto, ketika dihubungi KONTAN, kemarin.
Dengan berbagai inovasi, emiten dengan kode saham SMCB di Bursa Efek Indonesia (BEI) tersebut mengharapkan semen hasil produksi mereka bisa sesuai dengan kebutuhan pasar, terutama proyek-proyek.
Mengacu riset RHB Sekuritas, SMCB merilis brand Dynamic, yang merepresentasikan strategi perusahaan untuk menyediakan solusi konstruksi bangunan.
Proyek busway
Sementara Agung mengungkapkan, belum lama ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mempercayakan SMCB untuk memasok semen pada proyek perbaikan jalur busway.
Solusi Bangun berinovasi dengan menciptakan semen cepat kering agar pengerjaannya cepat dan layanan busway tidak terganggu.
Inovasi lainnya, SMCB memiliki produk semen yang dapat menyerap air.
Produk ini lebih banyak dipakai untuk membangun taman, sehingga air tidak menggenang dan tetap dapat diserap tanah.
Saat ini, anak usaha PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) itu juga sedang mengembangkan produk semen yang dapat menyerap polusi.
Adapun pertimbangannya adalah masalah pencemaran lingkungan menjadi salah satu tantangan yang dihadapi, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta.
Agung bilang, proyek dengan beragam kebutuhan tersebut bisa membantu penjualan SMCB di tengah kelesuan permintaan pasar.
Proyek yang dikerjakan pun beragam, seperti jembatan, pemeliharaan dan taman.
Namun Agung tak memerinci kontribusi proyek-proyek tersebut terhadap pendapatan SMCB.
Efisiensi
Selain melakukan berbagai inovasi, perusahaan yang dulu bernama PT Holcim Indonesia Tbk ini juga berusaha menjalankan produksi secara lebih efisien.
Oleh sebab itu, SMCB terus bersinergi dengan induknya, PT Semen Indonesia Tbk, untuk menekan biaya.
Semen Indonesia secara resmi mengakuisisi SMCB sejak April 2019.
Sedikit gambaran, penurunan permintaan pasar berpengaruh terhadap kinerja SMCB.
Untuk diketahui, kinerja SMCB di semester I 2019 bisa dibilang kurang prima.
Per 30 Juni 2019, pendapatan SMCB turun menjadi Rp 4,51 triliun atau turun 1,95% secara year on year (yoy).
Alhasil, SMCB membukukan rugi bersih periode berjalan sebesar Rp 278,51 miliar.
Namun, kerugian ini bisa ditekan atau menurun sebesar 48,35% secara tahunan dibandingkan dengan semester pertama tahun lalu yang mencapai Rp 539,27 miliar.
Sumber : https://insight.kontan.co.id/news/pasar-kurang-bergairah-smcb-genjot-inovasi?page=3
Inovasi lainnya, SMCB memiliki produk semen yang dapat menyerap air.
Produk ini lebih banyak dipakai untuk membangun taman, sehingga air tidak menggenang dan tetap dapat diserap tanah.
Saat ini, anak usaha PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) itu juga sedang mengembangkan produk semen yang dapat menyerap polusi.
Adapun pertimbangannya adalah masalah pencemaran lingkungan menjadi salah satu tantangan yang dihadapi, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta.
Agung bilang, proyek dengan beragam kebutuhan tersebut bisa membantu penjualan SMCB di tengah kelesuan permintaan pasar.
Proyek yang dikerjakan pun beragam, seperti jembatan, pemeliharaan dan taman.
Namun Agung tak memerinci kontribusi proyek-proyek tersebut terhadap pendapatan SMCB.
Efisiensi
Selain melakukan berbagai inovasi, perusahaan yang dulu bernama PT Holcim Indonesia Tbk ini juga berusaha menjalankan produksi secara lebih efisien.
Oleh sebab itu, SMCB terus bersinergi dengan induknya, PT Semen Indonesia Tbk, untuk menekan biaya.
Semen Indonesia secara resmi mengakuisisi SMCB sejak April 2019.
Sedikit gambaran, penurunan permintaan pasar berpengaruh terhadap kinerja SMCB.
Untuk diketahui, kinerja SMCB di semester I 2019 bisa dibilang kurang prima.
Per 30 Juni 2019, pendapatan SMCB turun menjadi Rp 4,51 triliun atau turun 1,95% secara year on year (yoy).
Alhasil, SMCB membukukan rugi bersih periode berjalan sebesar Rp 278,51 miliar.
Namun, kerugian ini bisa ditekan atau menurun sebesar 48,35% secara tahunan dibandingkan dengan semester pertama tahun lalu yang mencapai Rp 539,27 miliar.
Sumber : https://insight.kontan.co.id/news/pasar-kurang-bergairah-smcb-genjot-inovasi?page=3
Komentar
Posting Komentar